Adharta Ongkosaputra dalam baksos edukasi
Siapa yang datang pasti bawa rezeki. Siapa yang pergi pasti meninggalkan rezeki.
Tradisi orang Tionghoa banyak sekali dan masing-masing memiliki arti mendalam dan relasi sesama manusia baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
Hal tersebut disampaikan Adharta Ongkosaputra, Ketua Umum Kill Covid-19. Salah satu tradisi adalah Ceng Beng atau Qing Ming yang memiliki arti bersih bersih.
“Sebagai implementasi adalah bersih-bersih kubur untuk engenang nenek moyang, orang tua. Tetapi arti liturgis lebih dalam yakni bersih-bersih hati. Jauhkan kebencian dendam sakit hati terutama sesama keluarga dengan diganti suka cita. Senang-senang, makan enak,” tuturnya.
Dan, lanjutnya yang lebih penting menjalin silaturahmi. Menurutnya, jangan putus hubungan anak, cucu, keponakan, kakak, adik, besan dan lainnya.
“Ke kuburan bukan saja orang hanya akan menyapu makam, mempersembahkan makanan, bunga dan barang favorit leluhur dan orang tua tercinta yang sudah tiada.
Kemudian juga akan membakar dupa, uang kertas dan beberapa barang yang akan dikirim kepada leluhur keluarga serta kerabat lalu membungkuk di depan bong pay kuburan menghormati para leluhur sebagai peringatan akan keluarga.
Selain itu, lanjutnya orang juga suka menerbangkan layang-layang sebagai simbol kebebasan jiwa jiwa yang menuju Surga.
Adharta mengatakan, menerbangkan layang-layang ini tidak hanya dilakukan di siang hari namun juga di malam hari.
Selain layang-layang, orang juga menerbangkan lentera kecil yang diikatkan ke layang-layang. Benangnya akan terlihat seperti bintang yang bersinar.
Maka dari itu lentera ini disebut dengan Lentera dewa,” ucapnya.
Dan, kata Adharta, bagi mereka yang tidak bisa pergi ke kuburan maka mereka akan membuat persembahan dan ritual di rumah sebagai gantinya.
Selain itu, makan makanan enak berupa ketupat dan lepat ketan sering dikaitkan dengan peringatan Hari Ceng Beng.
“Tadi pagi subuh saya terbang bersama istri menuju ke Surabaya karena kuburan papa dan mama saya di Gunung Gangsir Sidoarjo juga orang tua istri di Kembang Kuning,” ujarnya.
“Saya rasa inilah keindahan tradisi Tionghoa. Kita akan ketemu keluarga besar. Beranjangsana. Saling melepas rindu. Saling berkisah tentang suka duka kehidupan,” ungkapnya.
Adharta berharap semoga tradisi Ceng Beng bisa menjadi ikatan bukan saja antara keluarga tetapi sesama kita manusia terutama sahabat saya semua, khususnya semua relawan Kill Cvid-19 di mana saja berada.
“Saya sudah kangen berat,” terangnya. (Gabriel)