Cheng beng alm Liauw Kang Hwat, orang tua istrinya Adharta Ongkosaputra, Magdalena atau Djojo Santoso di Kembang Kuning (Ist)
38 tahun lalu tepatnya 25 Maret 1985 silam, Adharta Ongkosaputea terbang ke Medan.
“Pagi-pagi diantar Istri saya, Magdalena Santoso naik mobil Daihatsu Taft ke bandara. Saya, kemudian mendarat di Airport Medan langsung saya menuju ke rumah sahabat saya Liong Widjaja di Jalan Tilak no 10 Medan
Dan, lanjutnya, ketika saya tiba dirumah pak Liong, ternyata istri Pak Liong Widjaja memberi tahu kalau dirinya mendapat telepon dari Jakarta menyampaikan kabar gembira, yakni Magadalena telah melahirkan anak ke dua, yaittu Dirga di rumah sakit Pelni Petamburan.
Pada masa itu, kata Adharta belum ada HP atau WA sehingga kabar gembira itu menjadi suka cita baginya dan keluarga.
“Sungguh suka cita besar tetapi saya terpaksa harus mempersingkat kunjungan di Medan. Jadi, Besok malamnya terbang kembali ke Jakarta,” ujarnya.
Adharta mengucap syukut. “Tuhan begitu baik sehingga semua berjalan lancar. Dirga hari ini sudah punya anak 3, perempuan semua. Freyya sudah 16 tahun, IRIS sudah 13 tahun, Alegra susah 9 tahun. Cucu-cucu saya semuanya cantIk. Mereka tinggal di Melbourne.Sayang sekali semua susah berbahasa Indonesia ,” paparnya.
“Hari ini Dirga ulang tahun ke-38.Selamat dan bahagia,” katanya. Setiba di Jakarta, Adharta menjemput istrinya pulang dengan membawa Dirga
Hari ini, Sabtu (25/3/2023), Adharta ada di Surabaya dalam kunjungan memperingati tradisi Ceng Beng mengunjungi kuburan orang tua dan saudara-saudara yang telah mendahului kami.
“Dalam beberapa hari lalu saya menyempatkan waktu ke Panti Asuhan Santo Yusup Sindanglaya Cipanas. Nah ini yang bikin kesan tersendiri sebab saya dikasih Salib khusus,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa karena Salib yang dipakai oleh para biarawan-biarawati Fransiskan agak berbeda dengan salib lain.
“Salib ini berbentuk huruf T dengan semboyan tertulis Pax et Bonum artinya Damai itu Baik,” ujarnya.
Adharta mengaku suka sekali menulis kata tersebut bahkan membuat stikernya. “Dalam kata Damai sebenarnya sudah merangkul semua unsur yang mengikat perdamaian tersebut,” urainya.
Apa saja itu? Yakni memaafkan, mengorbankan, memberi perhatian, suka cita, dan saling bantu. “Ada sebuah berita beberapa pekan lalu, yaitu Tiongkok berhasil mengajak Iran dan Arab Saudi untuk berdamai. Sungguh luar biasa.Dua negara musuh bebuyutan bisa berdamai tanpa perang, tanpa keributan, tanpa saling menuntut semua rela berdamai,” jelasnya.
“Saya rasa itulah Pax et Bonum. Kita di Indonesia sangat bersyukur karena covid-19 sudah sangat melandai dengan jumlah kasus rendah sekali”.
Menurutnya, Tuhan sangat baik dan kasus Covid-19 ini bisa berakhir. “Saya percaya ini adalah campur tangan Tuhan. Semua baik dan semua memberikan konstribusi damai bagi bangsa dan negara Indonesia,” terangnya.
Mulanya Adharta berpikir sulit rasanya bisa mengatasi Covid-19 di Indonesia lantaran luasnya daerah.
“Banyak pulau. Dan kita belum memiliki fasilitas Rumah Sakit yang memadai. Komunitas Indonesia Lawan Libas Covid-19 atau KILL COVID-19 boleh dibilang sudah bebas tugasnya,” ujarnya.
Ya, vaksinasi, pmbagian obat-obatan dan vitamin. Namun semua tetap harus waspada. Kill Covid-19 tetap berjuang dalam hal kesehatan. Dengan semboyan Satu hati Satu Jiwa menuju Indonesia Sehat.
:Tulisan Pax et Bonum sangat menginspirasi untuk tetap berbagi. Mari kita berjuang bersama,” tutupnya. (Gabriel)