Istimewa
Acara Ketua Umum Kill Covid-19 Adharta Ongkosaputra, Selasa (11/4/2023) adalah buka bersama.
“Istilahnya bukber bersama karyawan dan karyawati PT Aditya Aryaprawira di Santai Malam 1001 Kelapa Gading,” katanya.
Adharta menuturkan, acara bukber santai saja menikmati makan malam seafood dan makanan khas Jakarta
“Senang sekali bisa bersama anak-anak aku tentu saja momen ini baru bisa setelah masa-masa sulit kita lalui bersama,” ucapnya.
“Dalam makan malam bersama kami yang sebagian besar bersama mereka adalah anggota Kill Covid-19. Kami brcerita tentang kasus kenaikan infeksi Covid-19. Dalam catatan saya kasus meningkat cukup tajam dan anehnya jumlah sample pemeriksaan PCR menurun drastis,” tuturnya.
Satu Sehat, lanjutnya juga mnedektesi adanya penurunan kasus. “Kita coba melihat minggu depan. Dalam diskusi singkat saya menyinggung masalah berobat ke luar negeri. Faktor utama orang berobat keluar negeri adalah faktor keluarga,” papanya.
Adharta menyampaikan, pertama pasien mau berangkat pasti diantar oleh keluarga. “Pengobatan dan Rumah Sakit informasi pasti diperoleh dari keluarga,” terangnya.
Kedua, lanjutnya, pengobatan di luar negeri juga membutuhkan biaya yang tidak kecil. “Khusus untuk keluarga tertentu mereka ramai-ramai patungan biayanya. Misalnya ayah atau kakek berobat ke Singapura maka anak cucu ramai-ramai kumpul uang. Karena kalau tidak ada uang maka sulit untuk berobat keluar negeri,” jelasnya.
Ketiga, kata Adharta, ada keluarga di luar negeri atau teman sehingga bisa mengurus antar ke rumah sakit atau bahkan menginap di rumah keluarga atau saudara.
Sehingga untuk berobat keluar negeri faktor keluarga sangat dominan. Maka satu jalan mencegah pengobatan keluar negeri (walaupun ini adalah hak azasi setiap orang dalam rangka memilih tempat pengobatan) adalah faktor keluarga
Jadi, lanjutnya, kita perlu memberikan edukasi dan masukan kepada keluarga yang sehat. “Bagaimana sebaiknya berobat itu dalam negeri saja. Sudah dua hari ini saya sakit dadanya. Nyeri sekali dadanya jadi sementara saya tahan dengan Cordiprint 100 mg dan Cataflam 50 mg. Namun nyeri dada masih belum mau hilang. Saya sedang pikirkan mau berobat di mana, bisa di RS Husada dan atau RS Mandaya Royal,” ungkapnya.
Namun, terang Adharta, seluruh keluarga saya kurang setuju. “Mereka lebih menganjurkan dibawa ke Singapura saja dimana saya pernah dirawat seblumnya di Rumah Sakit Mt Elisabeth Novena.
“Di angan angan saya sudah membayangkan bukan perawatannya tapi kuliner di Newton Circus atau makan kepiting di Send Poh atau Bakuteh di Tanjong Pagar.
“Aduh ini lagi sakit harusnya diet malah pikir makanan,” kelakarnya. Tapi Adharta mengaku oba bertahan. Ia berharap mudah mudahan beberapa hari kedepan bisa sembuh.
“Kalau tidak saya pilih Rumah Sakit Mandaya Royal atau Rumah Sakit Husada yang keduanya sangat Home buat saya,” katanya.
Adharta mengucap syukur Ahamdulillah sakitnya mereda. “Saya bisa menikmati makan malam dengan senyuman bukan dengan rintihan. Saya sebenarnya sangat berharap agar semua Rumah Sakit bisa sepaham dengan saya agar tetap memberikan prioritas pelayanan terhadap Keluarga,” tukasnya.
Jujur saja, lanjutnya, beberapa teman saya merasa Rumah Sakit terlalu cuek bahkan anti berhubungan dengan keluarga.
“Ada saja alasannya. Coba buat survey ke keluarga keluarga yang pindah dari Rumah Sakit ke rumah sakit yang lain. Keluarganya ditanya. Jawabannya dengar sendiri. Kadang telinganya panas mendengar tetapi itu yang terbaik supaya pelayanannya ditingkatkan sehingga pasien mau berobat di dalam negeri,” tuturnya.
Adharta mengemukakan, survei sangat penting daripada mempertahankan kesombongan Rumah Sakit dan kita kehilangan pasien berobat kel uar negeri.
Tatanan perbaikan
“Pelayanan Rumah Sakit harus berubah total dengan memberikan pelayanan ekstra kepada keluarga pasien,” tambahnya. (Gabriel)
Adharta
www.adharta.com